BENGKULU, KOMPAS.com - Dua media milik jaringan Jawa Pos National Networking (JPNN), Harian Rakyat Bengkulu dan televisi Rakyat Bengkulu dilaporkan
Pemerintah Provinsi Bengkulu ke Dewan Pers karena diduga kerap membuat
pemberitaan yang sering menyudutkan pemerintahan setempat.
"Kami melaporkan kedua media tersebut karena dianggap sudah tak berimbang dalam pemberitaan, tak menegakkan kode etik jurnalistik dan tak patuh undang-undang mengenai pers," kata Kepala Biro Hukum Pemprov Bengkulu Ikhwan didampingi Kepala Dinas Hubinfokom Misran Musa dalam siaran persnya kepada wartawan, Kamis (27/11/2014).
Ia mengatakan, laporan ke Dewan Pers telah dimasukkan pada 20 November 2014 disertai berkas contoh kliping koran media bersangkutan yang dianggap tak berimbang dan tidak profesional, berikut satu keping CD untuk laporan terhadap siaran televisi.
Adapun bentuk pelanggaran yang dituduhkan Pemprov Bengkulu dalam surat laporan itu di antaranya, berita tentang kasus dugaan korupsi dana tim pembina Rumah Sakit M Yunus.
"Kasus tersebut belum diputus pengadilan, masih dalam proses, tetapi media tersebut menggiring opini agar Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah segera ditetapkan sebagai tersangka dengan beberapa kali huruf besar di halaman depan," kata Ikhwan.
Selanjutnya, kata dia, pada tanggal 13, 14, 15, 17 November 2014, kedua media itu dituding mencemarkan nama baik gubernur Bengkulu dengan berita yang menggiring pengadilan untuk menjadikan Junaidi sebagai tersangka.
"Ini banyak melanggar, pemberitaannya berisi fitnah, berprasangka jahat, tak netral, menghasut, merendahkan dan sebagainya," tegasnya.
Saat ditanya apakah pemerintah provinsi pernah meminta hak jawab sebagai bentuk perimbangan, Ikhwan mengaku pernah melakukannya namun penempatannya tak proporsional.
"Hak jawab pernah kami minta. Namun, sebagai contoh, berita pertama yang menyudutkan di halaman depan tetapi berita klarifikasi di halaman dalam dan tak proporsional, kecil di pojok halaman," jawabnya.
Sebelumnya, lanjut dia, media tersebut telah mendapatkan teguran dari Dewan Pers dalam kasus berbeda, namun tetap beritanya tak berimbang, tendensius dan fitnah. Oleh Dewan Pers, media tersebut diminta meminta maaf kepada gubernur ditempatkan di halaman depan.
"Kami pemerintah sadar penuh peran pers, sebagai kontrol sosial, namun pers juga harus menghormati kode etik jurnalistik, ada verifikasi, keberimbangan tak berniat jahat dan fitnah, kami tak perlu dibela. Jika kinerja pemerintah jelek, katakan jelek, namun dengan objektif dan berimbang serta tidak tendensius," ungkapnya lagi.
Selain menyampaikan laporan ke Dewan Pers, Pemprov Bengkulu juga melayangkan surat yang sama ke menteri Komunikasi dan Informatika, menteri Dalam Negeri, kapolda Bengkulu, kajati Bengkulu, ketua DPRD Provinsi Bengkulu, kajari, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat dan daerah.
Sementara itu, saat Kompas.com mencoba mengonfirmasi mengenai laporan ini, General Manager Televisi Rakyat Bengkulu Deddy Wahyudi menolak memberikan komentar.http://regional.kompas.com/read/2014/11/27/15422531/Tuding.Gubernur.Bengkulu.Korupsi.Dua.Media.Dilaporkan.ke.Dewan.Pers
"Kami melaporkan kedua media tersebut karena dianggap sudah tak berimbang dalam pemberitaan, tak menegakkan kode etik jurnalistik dan tak patuh undang-undang mengenai pers," kata Kepala Biro Hukum Pemprov Bengkulu Ikhwan didampingi Kepala Dinas Hubinfokom Misran Musa dalam siaran persnya kepada wartawan, Kamis (27/11/2014).
Ia mengatakan, laporan ke Dewan Pers telah dimasukkan pada 20 November 2014 disertai berkas contoh kliping koran media bersangkutan yang dianggap tak berimbang dan tidak profesional, berikut satu keping CD untuk laporan terhadap siaran televisi.
Adapun bentuk pelanggaran yang dituduhkan Pemprov Bengkulu dalam surat laporan itu di antaranya, berita tentang kasus dugaan korupsi dana tim pembina Rumah Sakit M Yunus.
"Kasus tersebut belum diputus pengadilan, masih dalam proses, tetapi media tersebut menggiring opini agar Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah segera ditetapkan sebagai tersangka dengan beberapa kali huruf besar di halaman depan," kata Ikhwan.
Selanjutnya, kata dia, pada tanggal 13, 14, 15, 17 November 2014, kedua media itu dituding mencemarkan nama baik gubernur Bengkulu dengan berita yang menggiring pengadilan untuk menjadikan Junaidi sebagai tersangka.
"Ini banyak melanggar, pemberitaannya berisi fitnah, berprasangka jahat, tak netral, menghasut, merendahkan dan sebagainya," tegasnya.
Saat ditanya apakah pemerintah provinsi pernah meminta hak jawab sebagai bentuk perimbangan, Ikhwan mengaku pernah melakukannya namun penempatannya tak proporsional.
"Hak jawab pernah kami minta. Namun, sebagai contoh, berita pertama yang menyudutkan di halaman depan tetapi berita klarifikasi di halaman dalam dan tak proporsional, kecil di pojok halaman," jawabnya.
Sebelumnya, lanjut dia, media tersebut telah mendapatkan teguran dari Dewan Pers dalam kasus berbeda, namun tetap beritanya tak berimbang, tendensius dan fitnah. Oleh Dewan Pers, media tersebut diminta meminta maaf kepada gubernur ditempatkan di halaman depan.
"Kami pemerintah sadar penuh peran pers, sebagai kontrol sosial, namun pers juga harus menghormati kode etik jurnalistik, ada verifikasi, keberimbangan tak berniat jahat dan fitnah, kami tak perlu dibela. Jika kinerja pemerintah jelek, katakan jelek, namun dengan objektif dan berimbang serta tidak tendensius," ungkapnya lagi.
Selain menyampaikan laporan ke Dewan Pers, Pemprov Bengkulu juga melayangkan surat yang sama ke menteri Komunikasi dan Informatika, menteri Dalam Negeri, kapolda Bengkulu, kajati Bengkulu, ketua DPRD Provinsi Bengkulu, kajari, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat dan daerah.
Sementara itu, saat Kompas.com mencoba mengonfirmasi mengenai laporan ini, General Manager Televisi Rakyat Bengkulu Deddy Wahyudi menolak memberikan komentar.http://regional.kompas.com/read/2014/11/27/15422531/Tuding.Gubernur.Bengkulu.Korupsi.Dua.Media.Dilaporkan.ke.Dewan.Pers
Komentar
Posting Komentar