JAKARTA, KOMPAS.com - Sembilan fraksi di DPR sepakat
agar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD
(MD3) direvisi. Kesepakatan itu diambil di dalam rapat pleno yang
digelar Badan Legislasi hari ini.
"Semua setuju, hanya dari Golkar sementara belum memberikan pendapat karena menunggu pemenuhan komisi dan alat kelengkapan dewan lain," kata Ketua Baleg Sareh Wiyono di Kompleks Parlemen, Selasa (25/11/2014).
Meski Golkar belum memberikan pendapatnya, ia menegaskan, proses revisi UU MD3 itu dapat tetap dilanjutkan. Sebab, mayoritas fraksi telah sepakat untuk merevisi UU tersebut. "Tidak perlu menunggu Golkar karena sudah sembilan fraksi," kata dia.
Sareh menambahkan, hasil rapat pleno Baleg hari ini akan dibawa di dalam rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah yang akan dilangsungkan siang ini. Kemudian, hasil rapat itu akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan.
Sebelumnya, banyak pihak yang berpendapat revisi MD3 lebih bersifat politis. Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad menilai, selama ini yang menjadi alasan untuk merevisi UU MD3 adalah konflik yang terjadi antara Koalisi Indonesia Hebat dengan Koalisi Merah Putih di DPR. Akibat konflik tersebut, DPR yang seharusnya dapat bekerja sebagai mitra pemerintah justru tidak dapat bekerja.
Farouk menambahkan, apabila DPR memang ingin tetap merevisi UU MD3, setidaknya dapat melibatkan DPD dalam pembahasannya. Ia beralasan, Mahkamah Konstitusi pada 2012 lalu telah membuat keputusan terkait mandat DPD dalam menyusun UU. Ia mengatakan, salah satu putusan itu menyatakan apabila DPD diberi mandat untuk membantu daerah dengan melibatkan diri dalam penyusunan prolegnas, mengajukan dan membahas RUU.
Kritik lain terkait UU MD3 adalah mengenai salah satu pasal yang dikhawatirkan membuat anggota DPR 'kebal' hukum dan mengganggu proses hukum. Menurut Indonesia Corruption Watch, pasal yang dimaksud adalah Pasal 224. Aktivis ICW Abdullah Dahlan mengatakan, lembaganya meminta ayat 5, 6 dan 7 dalam pasal tersebut dihapus dan jadi bagian yang direvisi dalam UU MD3 pada program legislasi nasional (prolegnas) mendatang.
"Pasal tersebut harus direvisi untuk menujukkan bahwa DPR pro pada penegakan dan kesamaan dimata hukum," kata Abdullah. http://nasional.kompas.com/read/2014/11/25/15100361/Ketua.Baleg.Tinggal.Golkar.yang.Belum.Beri.Pendapat.soal.Revisi.UU.MD3
"Semua setuju, hanya dari Golkar sementara belum memberikan pendapat karena menunggu pemenuhan komisi dan alat kelengkapan dewan lain," kata Ketua Baleg Sareh Wiyono di Kompleks Parlemen, Selasa (25/11/2014).
Meski Golkar belum memberikan pendapatnya, ia menegaskan, proses revisi UU MD3 itu dapat tetap dilanjutkan. Sebab, mayoritas fraksi telah sepakat untuk merevisi UU tersebut. "Tidak perlu menunggu Golkar karena sudah sembilan fraksi," kata dia.
Sareh menambahkan, hasil rapat pleno Baleg hari ini akan dibawa di dalam rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah yang akan dilangsungkan siang ini. Kemudian, hasil rapat itu akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan.
Sebelumnya, banyak pihak yang berpendapat revisi MD3 lebih bersifat politis. Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad menilai, selama ini yang menjadi alasan untuk merevisi UU MD3 adalah konflik yang terjadi antara Koalisi Indonesia Hebat dengan Koalisi Merah Putih di DPR. Akibat konflik tersebut, DPR yang seharusnya dapat bekerja sebagai mitra pemerintah justru tidak dapat bekerja.
Farouk menambahkan, apabila DPR memang ingin tetap merevisi UU MD3, setidaknya dapat melibatkan DPD dalam pembahasannya. Ia beralasan, Mahkamah Konstitusi pada 2012 lalu telah membuat keputusan terkait mandat DPD dalam menyusun UU. Ia mengatakan, salah satu putusan itu menyatakan apabila DPD diberi mandat untuk membantu daerah dengan melibatkan diri dalam penyusunan prolegnas, mengajukan dan membahas RUU.
Kritik lain terkait UU MD3 adalah mengenai salah satu pasal yang dikhawatirkan membuat anggota DPR 'kebal' hukum dan mengganggu proses hukum. Menurut Indonesia Corruption Watch, pasal yang dimaksud adalah Pasal 224. Aktivis ICW Abdullah Dahlan mengatakan, lembaganya meminta ayat 5, 6 dan 7 dalam pasal tersebut dihapus dan jadi bagian yang direvisi dalam UU MD3 pada program legislasi nasional (prolegnas) mendatang.
"Pasal tersebut harus direvisi untuk menujukkan bahwa DPR pro pada penegakan dan kesamaan dimata hukum," kata Abdullah. http://nasional.kompas.com/read/2014/11/25/15100361/Ketua.Baleg.Tinggal.Golkar.yang.Belum.Beri.Pendapat.soal.Revisi.UU.MD3
Komentar
Posting Komentar