JAKARTA, KOMPAS.com — Kios-kios berdebu yang tertutup dengan rolling door menghiasi lantai 3 Pasar Blok G Tanah Abang. Tulisan "disegel" menjadi pemandangan di rolling door kios-kios di blok tersebut. Tak ada pembeli di lantai itu.

Syafrial, salah seorang pedagang yang menjual kerudung di lantai 3 Blok G Tanah Abang, mengaku, terakhir kali ia mendapatkan pembeli ketika Ramadhan menjelang Lebaran. Itu pun hanya dua pembeli yang membeli barang dagangannya. Setelah itu, belum ada satu pun pembeli, bahkan pengunjung yang sekadar melihat barang dagangannya.

"Terakhir yang beli cuma dua orang. Setelah itu, enggak ada lagi yang beli sampai sekarang. Jangankan ada yang beli, yang lewat aja gak ada, nengok sepi gini, turun lagi orang takut," ceritanya kepada Kompas.com, Selasa (25/11/2014).

Syafrial merupakan salah seorang dari sepuluhan pedagang yang masih bertahan. Dia tidak punya pilihan. Dengan usia yang tidak muda lagi, dia enggan kembali turun ke jalan menjadi pedagang kaki lima (PKL). Oleh karena itu, dia tidak meninggalkan kiosnya karena khawatir disegel.

"Gimana lagi, sayang juga kalo ditinggal. Kita dapetnya kan susah, kalo balik lagi jadi (pedagang) kaki lima juga kita enggak kuat. Sudah tua gini masa masih harus kejar-kejaran," katanya.

Sementara itu, pedagang lain yang masih bertahan di lantai 3 Blok G Tanah Abang, Bekti Rumansyah, mengaku kesal dengan kondisi sepinya Blok G Tanah Abang.

"Saya cuma bingung, mana janji pemerintahan Jokowi dulu ketika kita pedagang kaki lima di relokasi ke sini. Katanya mau memberi suntikan modal ke pedagang, mau bangun jembatan yang terhubung ke Stasiun (Tanah Abang). Tetapi, sampai sekarang belum ada satu pun yang terealisasi," kata pria yang juga menjadi sekretaris dan pendiri dari Forum Pedagang Kecil Blok G (FPKBG).

Bekti juga menuturkan, dia lebih baik memberi uang Rp 100.000 kepada preman ketika ia berjualan kaki lima. Akan tetapi, penghasilan per hari bisa mencapai Rp 5 juta dibandingkan gratis seperti sekarang, tetapi tidak ada pembeli setiap harinya.

Alasan Bekti bertahan berjualan di lantai 3 Blok G karena ia sayang dengan kios yang sudah ia dapatkan dengan susah payah. Selain itu, menurut dia, masih ada harapan untuk Blok G Tanah Abang bisa berjaya, seperti blok-blok lainnya di Tanah Abang.

"Kalo menurut saya, dibilang strategis, Blok G itu sudah paling strategis, apalagi jika dilihat posisi yang paling depan dan dekat dengan stasiun. Akan tetapi, jika pihak pemerintah dan pengelola benar-benar serius menggarap Blok G lebih maju, misalkan dengan pembangunan infrastruktur, pastinya enggak akan kalah Blok G ini dengan blok lainnya," ujarnya.

Namen Suhadi, Manajer UPB Tanah Abang Blok G, juga prihatin dengan sepinya Blok G Tanah Abang. "Saya sendiri prihatin dengan sepinya Blok G Tanah Abang. Jadi, tidak heran jika pedagang kaki lima yang dulu direlokasi ke sini pindah lagi dan menjadi pedagang kaki lima kembali," ungkapnya.

Menurut dia, sepinya Blok G Tanah Abang ialah karena sarana dan prasarana yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu ketika para PKL dipindahkan. "Sekarang begini, masalah memindahkan PKL jangan disamakan dengan memindahkan pemukim liar ke rusunawa. Kalo permukiman mereka dipindah ke rusun, ya mau tidak mau mereka bertahan. Tapi, kalo PKL, karena mereka mengais rezeki, mau tidak mau ketika tidak dapat penghasilan seperti yang dulu, mereka kembali lagi ke tempat semula," tuturnya.http://megapolitan.kompas.com/read/2014/11/25/15583581/Masih.Ada.Harapan.di.Pasar.Blok.G.Tanah.Abang

Komentar

Postingan Populer